Kajian Sosiologi Perilaku Konservasi dengan Wanatani Wilayah Semi Arid Khatulistiwa (Studi Kasus: di Kecamatan Amarasi, NTT)

Kecamatan Amarasi, NTT berdasarkan letak garis lintangnya terletak di daerah khatulistiwa beriklim tropis dengan tipologi lahan kering beriklim kering (ekosistem semi arid). Tulisan ini menganalisis pengelolaan wanatani di Amarasi dalam  perilaku konservasi lahan. Secara konvensional kajian sosiolog...

Descripción completa

Guardado en:
Detalles Bibliográficos
Autores principales: Rinda Yanti, Hasan Ibrahim
Formato: article
Lenguaje:EN
ID
Publicado: Green Engineering Society 2018
Materias:
Acceso en línea:https://doaj.org/article/8f3e3d8e4c804a28a0769081bab5ccb1
Etiquetas: Agregar Etiqueta
Sin Etiquetas, Sea el primero en etiquetar este registro!
Descripción
Sumario:Kecamatan Amarasi, NTT berdasarkan letak garis lintangnya terletak di daerah khatulistiwa beriklim tropis dengan tipologi lahan kering beriklim kering (ekosistem semi arid). Tulisan ini menganalisis pengelolaan wanatani di Amarasi dalam  perilaku konservasi lahan. Secara konvensional kajian sosiologi menjelaskan tentang hubungan antarmanusia, tetapi belum banyak memasukan variabel lingkungan sebagai bahan kajian. Minimnya kajian sosiologi lingkungan mendorong penulis untuk menghadirkan artikel ini. Tujuan penulisan adalah menganalisis aspek sosial, khususnya perilaku konservasi yang mendukung pengelolaan wanatani  berkelanjutan sehingga kesejahteraan petani meningkat dan lingkungan hidup tetap  lestari.  Penelitian dilakukan dengan pendekatan kuantitatif  dan analisis deskriptif berdasarkan metode survei. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 6 dari 7 indikator kelembagaan memiliki kategori kurang (85.71%). Hal ini menggambarkan  bahwa  belum optimalnya  dukungan  sosial khususnya aspek kelembagaan menyebabkan pengelolaan wanatani di Amarasi belum berkelanjutan. Perilaku konservasi (Y) secara nyata dipengaruhi oleh frekuensi penyuluhan (X2). Temuan ini mengindikasikan bahwa penyuluhan yang sering dilakukan dapat meningkatkan pengetahuan dan motivasi masyarakat untuk melakukan konservasi lahan. Sedangkan pengetahuan (X1), dan motivasi (X3) tidak berpengaruh nyata, artinya kedua variabel bebas tersebut aktif jika adanya frekuensi penyuluhan yang intensif tentang wanatani.