Pengalaman empiris menjadi sebuah ide dalam penciptaan musik

Pentingnya keberadaan lapau bagi masyarakat Minangkabau sebagai institusi budaya non formal pengkarya sadari, oleh karena pengkarya adalah anak yang tumbuh di lapau. Pengalaman empiris tersebut, mengilhami pengkarya untuk menjadikan lapau sebagai ide dalam penciptaan musik. Lapau selain tempat makan...

Descripción completa

Guardado en:
Detalles Bibliográficos
Autor principal: Yandri Syahputra
Formato: article
Lenguaje:ID
Publicado: Institut Seni Indonesia Surakarta 2017
Materias:
N
Acceso en línea:https://doaj.org/article/c15571c2cd884dd7acf6b75eb2740fc1
Etiquetas: Agregar Etiqueta
Sin Etiquetas, Sea el primero en etiquetar este registro!
id oai:doaj.org-article:c15571c2cd884dd7acf6b75eb2740fc1
record_format dspace
institution DOAJ
collection DOAJ
language ID
topic lapau
pengalaman empiris
potensi musikal
lapau
empirical experience
musical potential
Fine Arts
N
spellingShingle lapau
pengalaman empiris
potensi musikal
lapau
empirical experience
musical potential
Fine Arts
N
Yandri Syahputra
Pengalaman empiris menjadi sebuah ide dalam penciptaan musik
description Pentingnya keberadaan lapau bagi masyarakat Minangkabau sebagai institusi budaya non formal pengkarya sadari, oleh karena pengkarya adalah anak yang tumbuh di lapau. Pengalaman empiris tersebut, mengilhami pengkarya untuk menjadikan lapau sebagai ide dalam penciptaan musik. Lapau selain tempat makan dan minum, bagi masyarakat Minangkabau juga merupakan tempat bersosialisasi dan bersenda gurau. Bagi generasi muda, lapau merupakan tempat belajar bidang pergaulan untuk tahap menuju kedewasaan. Sebelum adanya teknologi seperti radio, telepon genggam, dan televisi, lapau juga menjadi salah satu sarana untuk memberikan informasi kepada masyarakat, serta menjadi tempat pertukaran informasi antara pengunjung lapau yang satu dengan yang lainnya. Selain aktivitas memasak, di dalam dan di luar lapau terdapat juga aktivitas berkesenian, gelombang bunyi dan budaya mahota (berbicara). Aktivitas dan cerita tersebut menghasilkan bunyi yang berpotensi musikal. Melihat fenomena-fenomena musikal yang terjadi di lapau dan pengalaman empiris pengkarya, maka muncullah ide untuk menjadikan aktivitas yang terjadi di lapau ke dalam komposisi musik. Bunyi yang terjadi di lapau, budaya mahota (berbicara) dan aktivitas berkesenian yang terjadi di dalam dan di luar lapau digarap dan disajikan dalam satu pertunjukan komposisi musik secara utuh. Sebagai anak yang tumbuh di lapau, pengkarya ingin mengingatkan, bahwa lapau bisa menjadi tempat untuk belajar, ia bukan merupakan tempat berjudi, menghabiskan waktu secara sia-sia seperti anggapan sebagian masyarakat Minangkabau dewasa ini (mertua dan istri laki-laki di Minangkabau). Pengkarya juga ingin berpesan pentingnya keberadaan lapau di tengah maraknya tempat-tempat yang menyediakan makanan cepat saji, yang notabenenya hanya menjadi simbol untuk membuat perbedaan kasta. Di samping itu, pengkarya berharap dengan adanya karya yang disusun ini, bisa menjadi salah satu usaha untuk mempertahankan kearifan budaya lokal agar tidak termarjinalkan oleh produk atau tren yang datang dari luar kebudayaan Minangkabau. ABSTRACT Lapau the importance of the existence of Minangkabau society as non-formal cultural institutions pengkarya realize, therefore pengkarya was a child growing up in Lapau. The empirical experience, inspire pengkarya to make lapau as an idea in the creation of music. Lapau besides where to eat and drink, for Minangkabau society, is also a place to socialize and frolic. For the younger generation, Lapau a place to learn the field of association to stage towards maturity. Before the advent of technologies such as radio, mobile phones, and televisions, Lapau also is one means to provide information to the public, as well as being a place of information exchange between visitors Lapau with each other. In addition to cooking activities, inside and outside Lapau, there are also activities in art, sound waves and culture mahota (talk). Activities and stories that produce sounds potentially musicals. Seeing the musical phenomena that occur in Lapau, then came the idea to make the activity that occurs in Lapau into musical compositions. It sounds that occur in Lapau, mahota culture (speaking) and artistic activity that takes place in and outside Lapau worked out and presented in a show the whole musical composition. Through this work, “pengkarya” would like to remind, that Lapau could be a place to learn, it is not a place to gamble, spending time in vain as assumed most of the Minangkabau people today (in-law and wife of the man in the Minangkabau). Pengkarya also wants to instruct the importance of Lapau amid places that provide fast food, which only a symbol to make caste distinctions. Also, pengkarya hoped that the works are arranged, it could be one of the efforts to maintain the cultural wisdom so as not marginalized by the products or trends that come from outside the Minangkabau culture.
format article
author Yandri Syahputra
author_facet Yandri Syahputra
author_sort Yandri Syahputra
title Pengalaman empiris menjadi sebuah ide dalam penciptaan musik
title_short Pengalaman empiris menjadi sebuah ide dalam penciptaan musik
title_full Pengalaman empiris menjadi sebuah ide dalam penciptaan musik
title_fullStr Pengalaman empiris menjadi sebuah ide dalam penciptaan musik
title_full_unstemmed Pengalaman empiris menjadi sebuah ide dalam penciptaan musik
title_sort pengalaman empiris menjadi sebuah ide dalam penciptaan musik
publisher Institut Seni Indonesia Surakarta
publishDate 2017
url https://doaj.org/article/c15571c2cd884dd7acf6b75eb2740fc1
work_keys_str_mv AT yandrisyahputra pengalamanempirismenjadisebuahidedalampenciptaanmusik
_version_ 1718409926603177984
spelling oai:doaj.org-article:c15571c2cd884dd7acf6b75eb2740fc12021-11-26T03:24:48ZPengalaman empiris menjadi sebuah ide dalam penciptaan musik1412-41812685-287X10.33153/dewaruci.v12i1.2518https://doaj.org/article/c15571c2cd884dd7acf6b75eb2740fc12017-07-01T00:00:00Zhttps://jurnal.isi-ska.ac.id/index.php/dewaruci/article/view/2518https://doaj.org/toc/1412-4181https://doaj.org/toc/2685-287XPentingnya keberadaan lapau bagi masyarakat Minangkabau sebagai institusi budaya non formal pengkarya sadari, oleh karena pengkarya adalah anak yang tumbuh di lapau. Pengalaman empiris tersebut, mengilhami pengkarya untuk menjadikan lapau sebagai ide dalam penciptaan musik. Lapau selain tempat makan dan minum, bagi masyarakat Minangkabau juga merupakan tempat bersosialisasi dan bersenda gurau. Bagi generasi muda, lapau merupakan tempat belajar bidang pergaulan untuk tahap menuju kedewasaan. Sebelum adanya teknologi seperti radio, telepon genggam, dan televisi, lapau juga menjadi salah satu sarana untuk memberikan informasi kepada masyarakat, serta menjadi tempat pertukaran informasi antara pengunjung lapau yang satu dengan yang lainnya. Selain aktivitas memasak, di dalam dan di luar lapau terdapat juga aktivitas berkesenian, gelombang bunyi dan budaya mahota (berbicara). Aktivitas dan cerita tersebut menghasilkan bunyi yang berpotensi musikal. Melihat fenomena-fenomena musikal yang terjadi di lapau dan pengalaman empiris pengkarya, maka muncullah ide untuk menjadikan aktivitas yang terjadi di lapau ke dalam komposisi musik. Bunyi yang terjadi di lapau, budaya mahota (berbicara) dan aktivitas berkesenian yang terjadi di dalam dan di luar lapau digarap dan disajikan dalam satu pertunjukan komposisi musik secara utuh. Sebagai anak yang tumbuh di lapau, pengkarya ingin mengingatkan, bahwa lapau bisa menjadi tempat untuk belajar, ia bukan merupakan tempat berjudi, menghabiskan waktu secara sia-sia seperti anggapan sebagian masyarakat Minangkabau dewasa ini (mertua dan istri laki-laki di Minangkabau). Pengkarya juga ingin berpesan pentingnya keberadaan lapau di tengah maraknya tempat-tempat yang menyediakan makanan cepat saji, yang notabenenya hanya menjadi simbol untuk membuat perbedaan kasta. Di samping itu, pengkarya berharap dengan adanya karya yang disusun ini, bisa menjadi salah satu usaha untuk mempertahankan kearifan budaya lokal agar tidak termarjinalkan oleh produk atau tren yang datang dari luar kebudayaan Minangkabau. ABSTRACT Lapau the importance of the existence of Minangkabau society as non-formal cultural institutions pengkarya realize, therefore pengkarya was a child growing up in Lapau. The empirical experience, inspire pengkarya to make lapau as an idea in the creation of music. Lapau besides where to eat and drink, for Minangkabau society, is also a place to socialize and frolic. For the younger generation, Lapau a place to learn the field of association to stage towards maturity. Before the advent of technologies such as radio, mobile phones, and televisions, Lapau also is one means to provide information to the public, as well as being a place of information exchange between visitors Lapau with each other. In addition to cooking activities, inside and outside Lapau, there are also activities in art, sound waves and culture mahota (talk). Activities and stories that produce sounds potentially musicals. Seeing the musical phenomena that occur in Lapau, then came the idea to make the activity that occurs in Lapau into musical compositions. It sounds that occur in Lapau, mahota culture (speaking) and artistic activity that takes place in and outside Lapau worked out and presented in a show the whole musical composition. Through this work, “pengkarya” would like to remind, that Lapau could be a place to learn, it is not a place to gamble, spending time in vain as assumed most of the Minangkabau people today (in-law and wife of the man in the Minangkabau). Pengkarya also wants to instruct the importance of Lapau amid places that provide fast food, which only a symbol to make caste distinctions. Also, pengkarya hoped that the works are arranged, it could be one of the efforts to maintain the cultural wisdom so as not marginalized by the products or trends that come from outside the Minangkabau culture.Yandri SyahputraInstitut Seni Indonesia Surakartaarticlelapaupengalaman empirispotensi musikallapauempirical experiencemusical potentialFine ArtsNIDDewa Ruci: Jurnal Pengkajian dan Penciptaan Seni, Vol 12, Iss 1, Pp 31-39 (2017)