Analisis Faktor Yang Menghambat Penemuan Suspek Penderita Tuberkulosis di Puskesmas X

Latar Belakang: Dalam upaya menurunkan angka kesakitan dan kematian yang diakibatkan penyakit menular seperti tuberculosis, Indonesia menggunakan strategi DOTS untuk skiring dan penemuan kasus TB. Pada tahun 2014 jumlah kasus baru BTA (+) sebanyak 176.677 kasus.  Nilai keberhasilan dari kasus TB dit...

Descripción completa

Guardado en:
Detalles Bibliográficos
Autores principales: Gita Sekar Prihanti, Nindya Puspita Sari, Devita Ari Pratiwi, Laily Putri Mabruukah, Dwi Hutami Sekarwangi, Wildan Firmansyah, Mutiara Vallentin Cynthiana, Rizdianis Devi Masyithoh
Formato: article
Lenguaje:EN
ID
Publicado: Universitas Muhammadiyah Semarang 2018
Materias:
Acceso en línea:https://doaj.org/article/f51328a187eb45638be1afb31c7bbef5
Etiquetas: Agregar Etiqueta
Sin Etiquetas, Sea el primero en etiquetar este registro!
Descripción
Sumario:Latar Belakang: Dalam upaya menurunkan angka kesakitan dan kematian yang diakibatkan penyakit menular seperti tuberculosis, Indonesia menggunakan strategi DOTS untuk skiring dan penemuan kasus TB. Pada tahun 2014 jumlah kasus baru BTA (+) sebanyak 176.677 kasus.  Nilai keberhasilan dari kasus TB ditentukan dari nilai penemuan kasus yaitu 70% dari jumlah penduduk. di puskesmas X didapatkan hanya sebesar 43% dari target. Tujuan: menganalisis faktor yang menghambat penemuan suspek penderita tuberkulosis di wilayah kerja puskesmas X Kota Y. Metode: Desain cross sectional dengan melibatkan 250 orang. Hasil: Hasil uji multivariat dengan regresi logistik menunjukkan bahwa terdapat enam variabel yang mempunyai pengaruh signifikan terhadap penemuan kasus suspek TB, yaitu usia > 35 tahun (p=0.000)dengan nilai OR 8,620, gejala awal batuk (p=0.017)dengan nilai OR 3.119, fasilitas kesehatan yang dituju (p=0.000) dengan nilai OR 0.167, stigma rendah (p=0.001)dengan nilai OR 3.005, pengetahuan kurang (p=0.000)dengan nilai OR 8.763, dan status ekonomi rendah (p=0.042)dengan nilai OR 0.427. Berdasarkan nilai Nagelkerke R square yaitu 0,419 (41,9%), menunjukkan bahwa sebesar 41,9% penghambat penemuan kasus suspek TB dijelaskan oleh enam variabel yang berhubungan tersebut, sedangkan 58,1% merupakan faktor penghambat yang dapat dijelaskan oleh variabel lain yang belum diteliti dalam penelitian ini seperti pengaruh kader TB atau pelayanan kesehatan. Simpulan: Faktor yang menghambat penemuan suspek TB yaitu usia > 35 tahun, gejala awal batuk, fasilitas kesehatan yang dituju, stigma rendah, pengetahuan kurang, dan status ekonomi rendah. Background: Indonesia's efforts to reduce morbidity and mortality diseases conduct disease control programs, especially infectious diseases such as tuberculosis with DOTS strategy. In 2014 the number of new cases of smear (+) as many as 176, 677 cases. The success rate of TB cases determined from the discovery of a case that is 70% of the population. in Community Heatlh Center X obtained only 43% of the target. The aim to analysis of the factors that hinder the discovery of suspected tuberculosis in working area Comm unity Health Center of X Kediri City. Methods: cross sectional design studyinvolve of 250 people. Results: The test results of multivariate logistic regression showed that there are six variables that have a significant influence on the discovery of suspected tuberculosis cases, the age> 35 years (p = 0.000) with OR 8.620, the early symptoms of cough (p = 0.017) with OR 3.119, facilities health destination (p =0.000) with OR 0.167, lower stigma (p = 0.001) with OR 3,.05, less knowledge (p = 0.000) with OR 8.763, and the lower economic status (p = 0.042) with OR 0.427. Based Nagelkerke R square value is 0.419 (41.9%), it shows that 41.9% of TB suspect cases inhibitors of the invention described by the six variables related, while 58.1% are factors that can be explained by other variables has not been studied in this research such as TB or influence cadre of health services. Conclusion: Factor inhibiting invention tuberculosis patient suspect are age>35 years, the early symptoms of cough, health care facilities targeted, low stigma, lack of knowledge, and low economic status